Tuesday, January 3, 2012

Populer Baru Komentar Label Doa yang bisa dibeli di Makam Keramat Batu Ampar Gunung Padang : Batu, Sejarah dan Misteri Merapat di RAJA AMPAT One Day In Tidung Island (Mangrove Planting Program) Hamparan ombak dan karang pantai Sawarna Adira Faces of Indonesia Adira FOI tathagati Artikel terbaruku di @AdiraFOI : "(Bukan) Rumah Si Pitung" (adirafacesofindonesia.com/article.htm/79…) 2 days ago · reply · retweet · favorite BellaMoulina Slain itu doanya ini lgi:smoga lo2s IYCS jd stlh ikut PMI d Jkt bsa lngsung k Bdg,smoga trplih dr slh stu 100 org yg dptin 2jt/org @AdiraFOI yesterday · reply · retweet · favorite DAMARSAMUDRO RT @AdiraFOI: tahun baru, semangat baru,Ayooo tuliss cerita seru dan baru,tentang tempat pariwisata yang kamu kunjungi...klik... fb.me/1saFnUcRI 19 hours ago · reply · retweet · favorite BellaMoulina @AdiraFOI tgl 19 jnuari pngumuman 100 pemenang ya min? 18 hours ago · reply · retweet · favorite Join the conversation Home > Article pesta rondang bintang simalungun"adat mencari jodoh"

Bangsa Indonesia terdiri berbagai suku (etnis), di dalamnya termasuk suku Simalungun yang dalam kehidupan sehari-hari mempunyai adat, kebudayaan dan bahasa daerah menjadi aset bangsa. Manusia sebagai mahluk sosial dalam menyampaikan maksud dan tujuannya kepada sesama selalu mempergunakan bahasa, karenanya sering disebut “bahasa menunjukkan bangsa”.
Memaknai : “bahasa menunjukkan bangsa “mempunyai arti identitas, hal ini memberikan pemahaman bahwa pergeseran nilai budaya (adat) dapat mengancam mengaburkan jati diri. Untuk mempertahankan jati diri itu tadi maka adat masing-masing  suku penting dilestarikan bagi kepentingan pembangunan menyentuh kehidupan orang banyak dan semua komponen masyarakat berkepentingan senantiasa memeliharanya. Karena adat itu sendiri merupakan pola aturan yang diakui secara bersama dan dilaksanakan secara bersama dalam berbagai kegiatan masyarakat.
Khusus di Simalungun, para pemuka adat bersama tokoh masyarakat yang dikenal dengan Partuha Maujana (Partuha=tokoh adat, Maujana=Cendikiwan) sejak 20 tahun silam mencoba menggali dan melestarikan budaya Simalungun dengan menggelar PRB (Pesta Rondang Bintang). Kegiatan ini mengangkat kebiasaan para remaja daerah ini setelah musim panen.
Ketua PMS (Partuha Maujana Simalungun) Kabupaten Simalungun Drs Jomen Purba Senin menuturkan aktivitas para remaja pada saat rondang bintang (bulan purnama) usai musim panen. Dahulu, kegiatan ini merupakan satu kebiasaan tahunan menjadi ajang pertemuan menjalin kasih atau mencari jodoh dan pembinaan semangat kegotongroyongan para remaja sebagai generasi penerus. Sekarang, akibat perkembangan tehnologi muncul kekhawatiran terjadinya degradasi moral. Karenanya, di masa mendatang PRB akan dijadikan forum pelestarian dan penggalian budaya Simalungun.
Proses terjadinya PRB dituturkan, tidak terlepas dari potensi alam Kabupaten Simalungun yang dikenal sebagai daerah agraris (pertanian). Mengolah lahan pertaniannya, masyarakat yang selalu hormat kepada yang lebih tua senantiasa menumbuhkembangkan semangat “marharoan” (gotong royong) meliputi menanam dan menuai padi, mengambil kayu membentuk tumbukan (gilingan) padi, bahkan dalam pembangunan desa para remaja turut berperan membuka jalan umum, membangun jaringan irigasi serta tempat pemandian.
Kebiasaan “marharoan” memupuk rasa kebersamaan “ra ham roh hu jumangku, ra ahu roh hu juma mu, urupi ham ahu, hu urupi ham. Jadi riap ma hita marhorja marhujai hujon. Riap marsiurupan ibagas riah na madear” (anda senang datang ke ladangku, aku senang datang ke ladang mu, aku membantu anda dan anda membantu saya. Saling membantu dalam musyawarah didasari akal sehat-red).
Setelah panen, melalui hasil musyawarah warga difasilitasi perangkat desa para muda-mudi melakukan persiapan PRB belajar menari, nyanyi, berbalas pantun, mengenakan pakaian adat yang dibimbing orangtua. Bagi muda-mudi yang sudah berumur tetapi belum menikah, menggelar tari khusus sebagai ucapan doa permohonan dengan harapan mendapat jodoh dan cepat menikah. Dalam acara ini juga melibatkan pasangan suami istri yang tidak punya keturunan, panjatkan doa meminta diberkahi anak.
Selain menampilkan pertunjukan tari dan seni, pelaksanaan PRB juga memberikan kesempatan bagi para muda-mudi memperkenalkan hasil dan khasiat tanaman dari masing-masing daerah (desa) asalnya. Di antara tanaman yang diperkenalkan ada yang patut diteliti menjadi ramuan obat bagi kesehatan manusia. Misalnya, Bonang sawei sejenis tanaman semak sering dipergunakan sebagai obat masuk angin dengan mencelupkannya pada air mandian anak-anak.
Jenis tari yang dipertunjukkan muda-mudi pada PRB umumnya mempunyai makna permohonan tersendiri di antaranya adalah gual (tari) Sayur matua (panjang umur), olob-olob (tetap suka ria), parahot (agar tetap utuh), Sampang Apuran (saling memaafkan), Soroung Dayung (agar tersalur rencana), Boniala-boniala (saling memaafkan), Haporas ni si Longkung (jangan anggap remeh), serta tari khusus mohon keturunan bagi pasangan suami-istri yang belum dikaruniai anak.
Rangkaian acara PRB tidak luput dari kegiatan berbalas pantun sesama muda-mudi, perkenalan pertama pada acara ini sering membuahkan kasih sayang dan diakhiri dengan pernikahan sesama muda-mudi. Kalangan pemuda selalu menyampaikan niat dengan mengucapkan pantun ditujukan kepada seorang gadis, mau atau menolak dipersunting.
Contoh pantun dari laki-laki, “Baktei na marjinujur, hambang hondor hapidi, dear pangkei martutur, ulang tarbodur ipudi” (dengan sopan pemuda memperkenalkan dan menjaga diri, mengatakan, sejak awal kita perlu berkenalan agar tidak menuai malu di kemudian hari), Perempuan “Mombur bulung halosi, dear lowoh ni randu, bujur ham mambalosi, aha do ge margamu” (wanita memberitahu identitas garis keturunannya ‘marga’ seraya meminta laki-laki serius dalam perkenalan itu).
Namun, sejak perkenalan pertama sang bidadari adakalanya menolak lamaran laki-laki. Contohnya “Anggo hordong langgeimu, rigaton bulung birah, anggo holong atei mu, dingaton do mandokah” (kalau kamu baik dan suka akan ku ingat selamanya) lalu ditolak dengan halus oleh wanita “Anggo hordong langgei mu, rigaton bulung birah, holong do atei hu, tapi lape tamat sikolah” (aku suka tetapi belum tamat sekolah). Pantun yang terakhir itu menunjukkan, sikap dan rasa persaudaraan sesama sangat kuat tetapi pemuda Simalungun tetap memikirkan pendidikan demi kemajuan di masa mendatang.
Mengingat pola aturan disebut sebagai adat/budaya diakui dan dilaksanakan secara bersama menyangkut berbagai hal tatanan kehidupan bermasyarakat baik dalam kesadaran pembangunan, hukum maupun hubungan sesama warga maka pelaksanaan PRB penting diselenggarakan secara berkelanjutan menggali dan melestarikan budaya Simalungun untuk senantiasa diketahui dan dipahami para generasi penerus. PRB tahun ini adalah yang ke-21 kalinya, dijadwalkan tgl 18-20 Agustus 2006 di Open Stage Parapat.
Semua komponen masyarakat baik eksekutif, legislatif, yudikatif maupun sipil lainnya sesuai dengan bidangnya masing-masing dianggap berkepentingan, turut berperan melestarikan adat/budaya daerah tempat tinggalnya. Pemkab Simalungun bersama DPRD diharapkan mengalokasikan anggaran pembinaan dan pelestarian budaya Simalungun. Bentuk pembinaan dapat dilakukan dengan cara memperkaya literatur, memasukkan pelajaran tambahan muatan lokal bahasa daerah di sekolah melalui program Dinas Pendidikan dan Pengajaran.

The Indonesian people consist of various tribes (ethnic), in it, including interest Simalungun that in everyday life have a custom, culture and local languages ​​an asset of the nation. Humans as social beings in conveying the intent and purpose to others always use language, it is often called the "language suggests the nation".
Interpret: "language indicates the nation" has the meaning of identity, this gives the understanding that the shift in cultural values ​​(traditional) can threaten obscure identity. To maintain the identity that was then the custom of each important tribe preserved for the sake of development touched the lives of many components of society and all stakeholders constantly maintain it. Because the custom is itself a pattern recognized rules together and executed together in various community activities.
Simalungun special, traditional leaders with community leaders, known as Partuha Maujana (Partuha = traditional leaders, Maujana = Cendikiwan) since 20 years ago to try to dig and preserve culture by holding Simalungun PRB (Feast Rondang Star). This activity is lifting habits of the youth of this area after the harvest season.
Chairman of the PMS (Partuha Maujana Simalungun) Jomen Drs Simalungun District Purba said Monday at the activities of the teen star rondang (full moon) after the harvest season. Previously, this activity is an annual habit become a means of meeting established the love or find a mate and fostering the spirit of mutual cooperation of the youth as the next generation. Now, due to technological developments emerging fears of moral degradation. Therefore, in the future will be a forum PRB preservation and excavation of cultural Simalungun.
The process of the PRB is spoken, not apart from the natural potential Simalungun District, known as an agricultural area (agriculture). Cultivate agricultural land, the people who are always respectful to the older continuously develop the spirit of "marharoan" (mutual cooperation) involves planting and harvesting rice, take the wood to form the collision (mill) of rice, even in rural development contribute to the teens opened the public roads, building irrigation networks and baths.
Habit "marharoan" foster a sense of togetherness "jumangku hu ra ham spirit, the spirit of hu Juma ra mu AHU, AHU urupi ham, ham urupi hu. So increment ma hita marhorja marhujai hujon. Increment marsiurupan ibagas riah madear na "(you love to come ladangku, I'm glad you came to the farm, I helped you and you helped me. Mutual aid in deliberation based on reason-ed).
After harvest, the result of deliberation facilitated residents of the village the young people prepare PRB learn dancing, singing, unrequited rhyme, wearing traditional clothes that guided parents. For young people who are old but not yet married, held a special dance as a greeting prayer in hopes of getting a mate and get married. In this event also involves a couple who had no offspring, pray ask blessed child.
In addition to dance performances and art displays, the implementation of DRR also provide opportunities for young people to introduce crop yields and properties of each region (village) of origin. Among the plants that were introduced there that deserves to be studied medicine for human health. For example, Bonang sawei similar shrub often used as a cold medicine by dipping it in water mandian children.
Type of dance is performed on PRB youth generally have a separate petition meaning of which is Gual (dance) Vegetable Matua (long life), olob-olob (still like ria), parahot (intact), Sampang Apuran (forgiveness) , Soroung Paddle (channeled to the plan), Boniala-boniala (forgiveness), the ni Haporas Longkung (do not take for granted), as well as special dance offspring beg for couples who have not been blessed with children.
PRB series of events did not escape from unrequited rhyme activities among young people, the first introduction to this show of affection often led to gay marriage and ending with the youth. Among the young is always convey intentions by saying the poem addressed to a girl, want or reject dipersunting.
Examples of male rhyme, "Baktei na marjinujur, hambang hondor hapidi, dear pangkei martutur, re tarbodur ipudi" (a polite young man and keep introducing themselves, saying, we need to get acquainted early on so as not to reap the embarrassment at a later date), Women "Mombur bulung halosi, dear lowoh ni cottonwoods, longitude mambalosi ham, aha do margamu ge" (lady told the identity of his lineage 'clans' as he asks the man was serious in the introduction).
However, since the first introduction of the fairies sometimes reject applications men. For example "Anggo hordong langgeimu, rigaton bulung birah, anggo holong atei mu, dingaton do mandokah" (if you're good and like I'll remember forever) and then rejected by a woman with a subtle "Anggo hordong langgei mu, rigaton bulung birah, holong do atei hu , but lape graduated sikolah "(I like but have not finished school). The last verse suggests, attitude and sense of brotherhood is very strong but still think Simalungun youth for the advancement of education in the future.
Given the pattern referred to as customary rules / culture is recognized and carried out together on a range of things good order of social life in the consciousness of development, law and relationships fellow citizens organized the execution of important DRR on an ongoing basis to explore and preserve cultural Simalungun to always known and understood by future generations. PRB this year is that to-21 time, the date scheduled for 18 to 20 August 2006 in Open Stage Parapat.
All components of society, both the executive, legislative, judicial and other civil accordance with their respective fields are considered stakeholders, contributing to preserving the traditional / cultural neighborhood. Regency Simalungun joint parliament is expected to allocate the budget development and cultural preservation Simalungun. Form of coaching can be done by way of enriching the literature, include additional lessons local content in local language school through the Department of Education and Teaching program.

No comments:

Post a Comment