Tuesday, January 3, 2012

Pusuk Buhit wisata alam yang indah dan penuh dengan sejarah

Pusuk Buhit atau dolok natimbo, demikian masyarakat Batak yang berada di Toba Samosir, Sumatera Utara, menyebutnya. Perbukitan dengan ketinggian berkisar 1.800 mdpl tersebut ditumbuhi berbagai pepohonan kecil serta pohon pinus.
Berdasarkan kepercayaan masyarakat Batak dari bukit inilah untuk pertama sekalinya pencipta alam semesta menampakkan diri, yang dinamakan oleh orang Batak dengan sebutan Mula Jadi Nabolon. Sehingga wajar kalau sampai sekarang kawasan ini masih keramat dan dijadikan salah satu kawasan tujuan wisata sejarah.
Memang membincangkan potensi wisata Toba Samosir tampaknya tidak akan pernah merasa puas, apalagi jika perjalanan itu baru pertama kalinya kita lakukan. Hal ini wajar karena potensi yang di miliki memang sangat kaya terutama soal keindahan alam. Apalagi dipadukan dengan cerita sejarah, boleh dibilang daerah ini adalah salah satu lumbung dari cerita sejarah yang bisa menemani perjalanan wisata Anda. Dari sekian banyak yang bisa dinikmati misalnya Batu Hobon, Sopo Guru Tatea Bulan, Perkampungan Siraja Batak, Pusuk Buhit, Air Tujuh Rasa dan lainnya.
Dari atas perbukitan ini, sebagai wisatawan yang baru pertama berkunjung ke sana pastilah akan tertegun sejenak. Karena selain panorama yang disajikan memang sangat indah, kita juga bisa melihat secara leluasa sebahagian besar kawasan perairan Danau Toba sekaligus Pulau Samosirnya. Selain itu dari lereng perbukitan tersebut pengunjung yang datang bisa juga menikmati panorama perkampungan yang berada di antara lembah-lembah perbukitan seperti perkampungan Sagala, Perkampungan Hutaginjang yang membentang luas.
Selain pemandangan ini, wisatawan yang datang ke sana tentunya akan melihat dan mendengar gemercik aliran air terjun yang berada persis di perbukitan berdekatan dengan perkampungan Sagala. Masih dari lereng bukit yang jalannya berkelok-kelok tetapi sudah beraspal dengan lebar berkisar 4 meter, pengunjung juga bisa memperhatikan kegiatan pertanian yang dikerjakan oleh masyarakat sekitarnya. Malah yang lebih asyik lagi adalah menikmati matahari yang akan terbenam dari celah bukit dengan hutan pinusnya.
Untuk mencapai puncak bukit tersebut, pengunjung bisa menggunakan bus roda empat maupun kenderaan roda dua. Namun bus yang dipergunakan tidak bisa sampai di puncak sehingga harus berjalan kaki berkisar 500 meter dari titik akhir parkir kenderaan yang berada di Desa Huta Ginjang, Kecamatan Sianjur Mula-Mula. Namun demikian sikap waspada harus tetap dipasang, karena memang jalan yang berkelok-kelok tersebut di kanan dan kirinya selalu ada jurang yang terjal. Selain itu sebelum menuju Pusuk Bukit, dari kawasan Pangururan pengunjung bisa menikmati secara utuh pemandangan bukit dengan latar depan air Danau Toba.
Sementara itu, satu paket dengan perjalan menuju ke puncak Pusuk Buhit pengunjung juga bisa menikmati apa yang disebut dengan sumur tujuh rasa. Disebut sumur tujuh rasa karena memang sumur ini memiliki tujuh pancuran yang memiliki rasa air yang berbeda-beda. Bagi masyarakat sekitar Sumur Tujuh Rasa tersebut sehari-harinya dipergunakan sebagai sumber utama air bersih. Sehingga tidak mengherankan kalau wisatawan datang, banyak masyarakat yang menggunakan air yang berada di sana.

Sumur Tujuh Rasa sebenarnya berada di Desa Sipitudai satu kecamatan dengan perbukitan Pusuk Buhit yaitu Sianjur Mula-Mula. Kalau kita mencoba untuk merasakan ketujuh air mancur yang ada, maka dari sumber air mancur itu akan kita rasakan air yang terasa: asin, tawar, asam, kesat serta rasa yang lainnya. Sementara berdasarkan keterangan masyarakat setempat, sumber air yang mancur itu keluar dari mata air yang berada di bawah Pohon Beringin. Memang di bawah lokasi Sumut Tujuh Tersebut tumbuh besar pohon beringin yang sangat rindang dan membuat teduh sekitar lokasi sumur.
Keberadaan Sumur Tujuh Rasa ini sebenarnya sudah lama seiring dengan keberadaan masyarakat perkampungan Sipitudai. Masyarakat sekitar mempercayai kalau keberadaan sumur ini tidak terlepas dari cerita raja Batak yang berada di lokasi tersebut. Kalau cerita muncur ke belakang, maka masyarakat menyebutkan bahwa dulu diperkampungan ini ada kerajaan. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih, mandi serta lainnya mereka mengandalkan sumber air ini.
Cerita ini mungkin ada benarnya, sebab kalau kita amati secara teliti di lokasi yang telah disekat dengan tembok beton oleh masyarakat sekitar akan kita temukan peniggalan seperti batu cucian dari batu alam, lubang-lubang untuk permainan congkak. Jadi, masyarakat yang ada memang mempercayai kalau sumur ini masih keramat dan menjadi salah satu objek yang sering dikunjungi wisatawan yang datang. Hanya satu catatan yang penting untuk lokasi ini adalah masalah penataan dan kebersihan yang memang belum memasyarakat. Tentunya kondisi ini menjadi catatan tersendiri bagi pemda dan masyarakat untuk melakukan penaaan yang lebih baik lagi.
Setelah bergerak menyusuri jalanan yang ada berkisar,maka wisatawan yang berkunjung akan menemukan satu lokasi yang keramat yang disebut lokasi Batu Hobon, Sopo Guru Tatean Bulan atau Rumah Guru Tatea Bulan serta perkampungan Siraja Batak yang lokasinya tidak berjauhan. Dan bila kita tarik garis lurus, maka posisi ketiga lokasi yang masih dianggap keramat ini persis lurus dari satu perbukitan ke perbukitan yang berada di bawahnya. Ketika berada di Sopo Guru Tatea Bulan akan ditemukan patung-patung Siraja Batak dengan keturunannya. Di rumah dengan desain khas masyarakat batak ini juga akan ditemukan patung-patung sebagai penjaga rumah seperti gajah, macan, kuda. Sementara rumah yang berdiri di atas bukit ini didesain dari kayu dan tangga dari batu tetapi atapnya tetap terbuat dari ijuk. Namun yang lebih penting lagi adalah ketika ingin masuk dan memperhatikan lebih detail lagi seluk rumah ini, maka Anda harus melepaskan sandal maupun sepatu. Secara lebih detail di Sopo Guru Tatea Bulan akan kita temukan patung-patung keturunan Siraja Batak, seperti Patung saribu raja berpasangan  dengan istrinya, Patung keturunan Limbong Mulana, Patung Sagala Raja serta Patung Silau Raja.
Berdasarkan kepercayaan masyarakat Batak marga-marga yang ada sekarang ini berasal dari keturunan Siraja Batak. Selain itu keberadaan rumah ini juga telah diresmikan oleh DewanPengurus Pusat Punguan Pomparan Guru Tate Bulan tahun 1995 yang lalu. Artinya ketika kita berada di sana akan ditemukan juga penjaga yang akan menjelaskan keberadaan patung yang berada di Sopo Guru Tatea Bulan serta sejarah ringkasnya.
Sejalan dengan legenda itu, pengunjung juga akan menikmati Batu Hobon yang konon menurut cerita merupakan lokasi yang dijadikan penyimpanan harta oleh Siraja Batak. Batu ini berada di perbukitan yang lebih rendah lagi dari Sopo Guru Tatea Bulan berdekatan dengan perkampungan masyarakat. Berdasarkan sejarah Batu Hobon ini tidak bisa dipecahkan, tetapi kalau dipukul seperti ada ruangan di bawahnya. Namun sampai sekarang tidak bisa dibuka walaupun dicoba dilakukan dengan menggunakan mortir.
Selanjutnya untuk melengkapkan referensi tentang sejarah Sopo Guru Tatea Bulan, maka akan ditemukan perkampungan Siraja Batak. Lokasi perkampungan ini berada di perbukitan yang berada di atasnya dengan jarak yang tidak terlalu jauh sekali berkisar 500 meter.
Untuk kelengkapan perjalanan menuju Pusuk Buhit setidaknya harus berhenti sejenak di atas perbukitan yang berada di Desa Huta Ginjang. Mengapa? Karena dari lokasi ini akan terlihat jelas Pulau Tulas yang berdampingan dengan Pulau Samosir. Pulau Tulas itu sendiri tidak memiliki penghuni tetapi ditumbuhi dengan semak belukar dan hidup berbagai hewan liar lainnya.
Sudah lengkapkah perjalanan wisata kita! Tentulah belum, sebab untuk mengakhirinya kita harus berada di puncak Pusuk Buhit. Setidaknya untuk mendapatkan dan merasakan semilir angin sejuk di puncaknya sambil memandang panorama Danau Toba sesungguhnya. Sedangkan untuk menghilangkan keletihan dan mengambil semangat baru, pengunjung bisa menikmati air hangat setelah turun persis berada di kakai Pusuk Buhit bernama pemandian Aek Rangat yang berada di Desa Sihobung Hobungi. Setidaknya rasa lelah dan semangat baru kembali datang.

Pusuk Buhit or mountain natimbo, so people who are in Toba Batak Samosir, North Sumatra, called it. Hills with altitude ranging from 1800 m asl The small trees and overgrown with a variety of pine trees.
Based on public confidence for the Batak of the hill is the only time the creator of the universe first appeared, called by the Batak people as Mula So Nabolon. So natural that until now the area is still used as one of the sacred and historical tourism destination area.Indeed discuss tourism potential Toba Samosir not seem to be never satisfied, especially if the trip was the first time we did. This is reasonable because of the potential that the very rich have indeed mainly a matter of natural beauty. Moreover, combined with stories of history, this area is arguably one of the barns of historical narrative that could accompany your holiday. Of the many that can be enjoyed such as Stone Hobon, Sopo Tatea Teacher Month, Quarter Siraja Batak, Pusuk Buhit, Water Seven Sense and others.From the top of these hills, as the first tourists who visit there will surely be stunned for a moment. Because in addition to panoramic views presented are very beautiful, we can also see the large sebahagian freely waters of Lake Toba Island Samosirnya well. Also from the hillsides of visitors who come can also enjoy the panoramic view of the township is located in the valleys between the hills like the township Sagala, Village Hutaginjang that stretches wide.
In addition to this scene, tourists who come there will certainly see and hear the splashing waterfalls flow right in the hills adjacent to the township Sagala. Still from the hillside winding road but it is paved with a width of around 4 meters, visitors can also pay attention to agricultural activities undertaken by the surrounding community. Even more fun again is enjoying the sun will go down hill with a forest of pine gap.
To reach the top of the hill, visitors can use the bus or four-wheel two-wheeled vehicles. But the bus could not be used to reach the top so had to walk about 500 meters from the end point that vehicles parking in the village of Huta Ginjang, District Early Sianjur. However cautious attitude must remain installed, because it's a winding road in the right and left there's always a steep ravine. Also before heading Pusuk Hill, from the region Pangururan visitors can enjoy the full view of the hills in the foreground of water of Lake Toba.Meanwhile, a package with a trip to the top Pusuk Buhit visitors can also enjoy what is called the well of seven flavors. Called seven wells wells sense because it has seven water fountain that has a taste different. Seven wells for communities feeling is daily used as the primary source of clean water. So it is not surprising that tourists come, many people are using water that was there.
Seven wells sense of actually being in the Village Sipitudai a hilly district with Pusuk Buhit namely Sianjur Early. If we try to feel the seven existing fountains, the fountain from sources that we will feel the water that feels: salty, fresh, acidic, abrasive and other flavors. While based on local information, the source water fountain that springs out from under the Banyan Tree. Indeed, under seven locations Sumut Such large banyan tree grows very shady and create shade around the location of wells.The existence of this sense of the Seven wells are a long way along with the existence of village communities Sipitudai. The community is believed that the existence of these wells can not be separated from the story of Batak kings residing in these locations. If the story muncur back, then people say that once there diperkampungan kingdom. To meet the needs of clean water, bathing and other water sources they rely on this.This story may be true, because if we observe carefully in locations that are sealed with a concrete wall by the surrounding community will be found peniggalan like stone washing of natural stones, the holes for the game cocky. Thus, there are people who believe that the well is still sacred, and became one of the objects that are often visited by tourists who come. Only one location is important to note that this is a matter of arrangement and cleanliness that are not yet popular in the community. Of course, this condition becomes its own record for local governments and communities to do better penaaan.
After moving down the streets of the existing range, then the tourists who visit will find a sacred site called Stone Hobon location, Sopo Tatean Master Moon or the Moon as well as the House Master Tatea Siraja Batak village located not far apart. And if we draw a straight line, then the third position is still considered sacred location that is just straight from the hills to hills beneath it. When in Sopo Teacher Tatea Moon will find the statues Siraja Batak with offspring. At home with the distinctive design of Batak society is also to be found the statues as guardians of the home such as elephants, tigers, horses. While the house that stood on the hill was designed out of wood and stone stairs from the roof but still made of palm fiber. But more important is when you want to get more detail and attention to the ins and this house, then you must remove the sandals and shoes. In more detail in Sopo Teacher Tatea Month we will find the statues Siraja Batak descent, such as the Statue of king saribu paired with his wife, descendants Limbong Mulana Statue, Sculpture Statue Glare Sagala King and King.
Based on public confidence Batak clans that exist today come from descendant Siraja Batak. Besides the existence of this house also has been inaugurated by the Central DewanPengurus Punguan Pomparan the 1995 Master Tate Months ago. That is when we are there to be found also a guard who will explain the existence of a statue that was in Sopo Tatea Month and history teacher summarily.In line with the legend, visitors will also enjoy Hobon Stone is said according to a story is used as the storage location of the property by Siraja Batak. This stone is located in the lower hills of Sopo Master Tatea Month adjacent to the township community. Based on the history of Stone Hobon can not be solved, but if you hit like there's room below. But until now could not be opened even tried to do by using the mortar.
Furthermore, to complete reference on the history of Sopo Teacher Tatea the Moon, it will be found Siraja Batak settlements. Location of the township is located in the hills above it by a distance not too far away at all ranges of 500 meters.To complete the journey to Pusuk Buhit should at least pause in the hills located in the village of Huta Ginjang. Why? Because of this location will be obvious Tulas island adjacent to the island. Tulas island itself has no occupants but overgrown with shrubs and live a variety of other wild animals.Already lengkapkah our trip! Surely not, because to end it we must be at the top Pusuk Buhit. At least to get and feel the cool breeze at the summit, looking at the panorama of Lake Toba in fact. Meanwhile, to eliminate fatigue and take a new spirit, visitors can enjoy the warm water after falling exactly on kakai Pusuk Buhit named Aek Rangat baths located in the Village Sihobung Hobungi. At least fatigue and a new spirit to come back.

No comments:

Post a Comment